Ini
Jantung, ini daging berdenyut bukan batu, bukan baja.
Ini jantung, ada otot dan
saraf yang bisa merespon rasa.
Ini jantung, darah mengalir di setiap
sudutnya.
Ini jantung, yang bisa menari disaat kulit asing tampan
bersentuhan dengan kulit buruk ini.
Ini jantung, yg ingin teriakannya didengar.
Ini jantung, bisu tak bisa bicara.
Ini jantung, dimana rasanya dilempar ke
angkasa saat temannya si kuping mendengar “datang ya ke pernikahanku” dan
diteruskan otot-otot serta saraf yang menimbulkan sensasi dada perih.
Ini
jantung, dimana ingin rasanya tidak berdenyut disaat terngiang dalam banyangan berkata
“saya terima nikahnya….” dan yg disebutkan nama jantung lain.
ini jantung,
mencoba bertahan dengan sensasi terhempas tapi tidak merasakannya.
Ini jantung,
dimana darah mengalir dan mulai bercucuran rembes menyakiti organ lain.
Ini
jantung, dimana terukir satu nama.
Ini jantung yang meratap mohon Tuhan
menghentikan sensasi perihnya saat retak.
Ini jantung, mencari jalan keluar
untuk mencuat dan berhenti berteriak.
Ini jantung, yg setiap hari berdoa untuk
jantung yg berdetak untuk jantung yg lain bukan dirinya.
Ini jantung, yang akan
berhenti tapi tetap terukir satu nama.
Ini jantung, lelah menari, lelah
terbang, lelah memohon, lelah merasakan, lelah terlempar, lelah
berdenyut, lelah bercucur, lelah meratap.
Ini jantung.
ini berdenyut.
ini
menggelepar.
ini luka.
ini sakit.
-Setiabudi, 20 Desember 2012.